Mencari
Alternatif Pola Organisasi BK (bimbingan konseling) di Sekolah
secara teoritis, kita akan menjumpai sejumlah pola organisasi
Bimbingan dan Konseling (BK) yang bisa diterapkan di sekolah. Fajar Santoadi
(2010) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Bimbingan dan Konseling
Komprehensif”, mengemukakan 4 (empat) pola dasar organisasi BK di sekolah,
yaitu:
- Pola Generalis. Tanggung jawab pelayanan BK menyebar di semua pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah (wali kelas, guru mata pelajaran, staf) dan seorang guru BK profesional yang bertindak sebagai Koordinator BK.
- Pola Spesialis. Pelayanan BK ditangani oleh tenaga ahli, sehingga dalam struktur organisasi BK terdapat unit-unit pelayanan khusus, misalnya Unit Testing, Unit Konseling, Unit Bimbingan Karier, dsb.
- Pola Kurikuler. Pelayanan BK menggunakan pendekatan “seperti layaknya mata pelajaran” dengan pelaksana utamanya Konselor, dan tidak diperlukan koordinator BK.
- Pola–Pola Relasi Manusia. Bimbingan dan Konseling bekerja dengan menciptakan relasi antarmanusia dalam bentuk kelompok-kelompok perkembangan. Konselor dan Guru Mata Pelajaran bertindak sebagai promotor dan pendamping kelompok-kelompok bimbingan.
Sementara
itu, Roeber (1955) mengetengahkan pola organisasi BK dilihat dari ukuran jumlah
siswa dan sumber daya yang tersedia di sekolah, mencakup: sekolah
kategori kecil, sedang, dan besar, dengan menggunakan pola organisasi BK
tersendiri.
Dalam
perspektif kebijakan pendidikan nasional, Depdiknas (2008) menawarkan pola
organisasi yang menjadi rujukan sekaligus standar pola organisasi BK di
sekolah-sekolah. Pola organisasi yang ditawarkan Depdiknas ini seperti tampak
dalam gambar berikut ini:
Selain
itu, Depdiknas (2009) juga telah memberikan rambu-rambu beban kerja Guru BK,
bahwa seorang Guru BK mengampu paling sedikit 150 (seratus lima puluh) dan
paling banyak 250 (dua ratus lima puluh) siswa per tahun pada satu atau lebih
satuan pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk layanan tatap muka terjadwal
di kelas untuk layanan klasikal dan/atau di luar kelas untuk layanan perorangan
atau kelompok bagi yang dianggap perlu dan yang memerlukan.
Dalam
praktiknya muncul permasalahan bahwa tidak semua sekolah memiliki guru BK dalam
jumlah yang memadai, bahkan masih banyak sekolah yang sama sekali belum
memiliki guru BK. (Lihat tulisan ini: Sekolah
Kekurangan 92.572 Guru Konseling). Banyak sekolah yang mencoba
menggunakan pola organisasi BK seperti yang dianjurkan Depdiknas, tetapi
tampaknya cenderung hanya basa-basi alias sekedar formalitas saja, sehingga
kurang memberikan dampak terhadap efektivitas pelayanan BK itu sendiri.
Oleh
karena itu, mengambil momentum perubahan Kurikulum 2013, saya berharap kiranya pemerintah (Kemendikbud)
dapat menyediakan Panduan tentang Pelayanan BK di sekolah, selain menyediakan
pola organisasi dan administrasi BK yang standar secara nasional, juga di
dalamnya dapat menyediakan pola alternatif yang bisa dipilih dan disesuaikan
dengan kondisi dan sumber daya yang tersedia di sekolah masing-masing.
Alternatif
yang dimaksud adalah:
- Menyediakan pilihan pola organisasi BK beserta administrasi/ manajemennya bagi sekolah yang sama sekali tidak memilki guru BK.
- Menyediakan pilihan pola organisasi BK beserta administrasinya/ manajemennya bagi sekolah yang memilki guru BK, tetapi jumlahnya tidak memadai.
Dengan
adanya panduan yang menyediakan alternatif ini, bagi sekolah-sekolah yang belum
memiliki sumber daya yang mencukupi, bisa menentukan pola organisasi dan
administrasi layanan BK yang sesuai dengan kondisi dan sumber daya yang ada,
sehingga pelayanan BK dapat diimplementasikan secara benar (tidak asal tunjuk
orang dan tidak dilakukan secara serampangan) serta dapat dievaluasi secara
berkeadilan (khususnya dikaitkan dengan Akreditasi Sekolah dan Penilaian
Kinerja Guru BK).
Bersamaan
dengan upaya perbaikan mutu layanan BK di sekolah (khususnya berkaitan dengan
ketersediaan sumber daya manusia BK dan sumber daya lainnya), selanjutnya
secara bertahap sekolah terus didorong untuk mampu mengembangkan pola
organisasi dan administrasi BK yang ideal atau standar.
Prinsip
dasar yang bisa dipegang bersama bahwa pelayanan BK adalah bagian yang tak
terpisahkan dari layanan pendidikan di sekolah. Ada atau tidak ada, cukup atau
tidak cukup ketersediaan Guru BK di sekolah, siswa tetap membutuhkan
pelayanan bimbingan dan konseling yang tepat untuk kepentingan perkembangan
dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar