Kamis, 14 November 2013

pkn

aspek- aspek globalisasi

Globalisasi adalah proses berbagai peristiwa, keputusan, dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat memberi konsekkuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia lain. Istilah globalisasi Istilah globalisasi pertama kali digunakan oleh Theodore Levit tahun 1985. Istilah itu semula digunakan untuk menunjuk pada politik-ekonomi,khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan.
Ada 4 aspek globalisasi yang dikemukakan yaitu :
  1. Seluruh kegiatan politik, sosial, ekonomi melintasi negara- negara.
  2. Globalisasi menguntungkan kita satu sama lain dengan meningkatnya arus perdagangan, investasi, keuangan, migrasi dan kebudayaan.
  3. Sistem-sistem transportasi,informasi,dan komunikasi yang baru dan serba canggih berarti bahwa ide, barang, modal, dan orang bergerak dapat lebih cepat.
  4. Itu berarti bahwa peristiwa-peristiwa secara geografis jauh memiliki dampak dan pengaruh yang besar bagi hidup kita. Bahkan, perkembangan-perkembangan lokal membawa dampak dan pengaruh yang besar bagi hidup kita. Bahkan, perkembangan- perkembangan lokal membawa dampak global yang luar biasa. Batas antara persoalan dalam negeri dan global menjadi kabur.
Senada dengan itu, Arjun Appadurai mengidentifikasikan 5 (lima) tipe saling keterkaitan global,yaitu:
  1. Ethnoscapes: yaitu pergerakan manusia ternasuk turis, imigran, pengungsi dan pembisnis pembisnis melintasi batas negara.
  2. Financescapes: yaitu aliran uang yang melintasi sekat-sekat Negara. Hal ini terjadi berkat pasar uang, tukar-menukar saham dan obligasi, dan pasar komuditas yang semakin sibuk antar negara setiap hari dan bahkan setiap detik.
  3. Ideoscapes: yaitu, penyebaran gagasan dan ideology politik yang mendunia.
  4. Mediascapes: yaitu, penyebaran lintas budaya gambar-gambar media di layer computer, koran, televisi, dan radio.
  5. Technoscapes: yaitu, penyebaran tekhnologi ke seluruh penjuru dunia. Sebagi contoh: Revolusi Hijau (Green Revolution) dalam bidang pertanian,yang marak diperaktikkan di Negara berkembang saaat ini,merupakan hasil penemuan Negara-negara barat.
(id.shvoong.com)
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
  • Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai atau pun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global. Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja
  • Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio atau pun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
  • Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
  • Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi’s, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
  • Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
(id.wikipedia.org)
Dinamika konteks strategis yang diwarnai berbagai isu politik, ekonomi mempengaruhi aspek keamanan global, regional mauipun domestik. Isu politik, ekonomi dan keamanan global, regional maupun domestik. Isu poltik, ekonomi dan keamanan merupakan aspek-aspek yang saling kait-mengkait dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Lingkup global
Pada lingkup global, berakhirnya perang dingin ternyata tidak menjamin terwujudnya stabilitas keamanan dunia. Dunia masih tetap diwarnai oleh isu-isu keamanan tradisional seperti sengketa perbatasan, perlombaan persenjataan atau proliferasi senjata nuklir dan senjata pembunuh masal. Kompleksitas permasalahan keamanan global makin bertambah dengan adanya praktek hegemoni yang dikembangkan melalui penguatan aliansi, kemampuan militer, keunggulan teknologi, termasuk keunggulan di bidang ekonomi.
Disadari bahwa hubungan antar negara yang dibangun atas dasar saling percaya dan menghormati dapat meredam potensi konflik. Namun lebarnya jurang kemampuan negara maju dan berkembang terutama di bidang ekonomi, teknologi dan militer, dapat menjadi penghalang dalam menjalin hubungan antar bangsa. Dalam kondisi demikian, perlombaan untuk merebut pengaruh melaui praktik-praktik hegemoni di berbagai bidang tidak jarang menjadi sumber-sumber konflik yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia.
Kekhawatiran dan ketidakpastian yang melanda bangsa-bangsa di dunia menjadi semakin kompleks dengan timbulnya isu keamanan baru yakni isu-isu keamanan non-tradisional seperti terorisme, konflik etnis, Pembajakan di laut atau di udara, penyelundupan, narkoba, imigran gelap, serta kriminal lintas negara lainnya. Sejak tragedi yang menimpa World Trade Center (WTC) 11 September 2001, terorisme internasional telah menjadi ancaman nyata bagi dunia.
Berbagai upaya telah dilakukan negara-negara di dunia untuk memerangi terorisme, namun tampaknya belum sepenuhnya berhasil meniadakan kelompok terorisme maupun menghentikan aksinya. Bahkan setahun setelah peristiwa WTC, aksi terorisme kembali terjadi seperti yang dialami dalam tragedi Bali  12 Oktober 2002. Melihat perkembangan ini, diperkirakan ancaman terorisme internasional masih akan terus membayangi dunia. Oleh karena itu terorisme harus diperangi bersama oleh semua negara di dunia, dan tidak memberi tempat atau melindunginya.
Intensitas kegiatan ilegal berupa kejahatan lintas negara juga menunjukan peningkatan yang cukup tajam pada dekade terakhir ini. Aksi perompakan/pembajakan, penyeludupan manusia, senjata amunisi, perdagangan obat-obatan terlarang, dan imigrasi gelap cendrung meningkat dan berdampak buruk pada stabilitas kawasan serta negara tersebut antara lain didorong oleh adanya jaringan berskala internasional. Perkembangan di sejumlah kawasan menunjukan bahwa kejahatan lintas negara telah menjadi ancaman nyata yang terorganisir. Kejahatan ini digerakkan oleh aktor dengan didukung kemampuan teknologi dan finansial, serta jaringan yang rapi dan tersebar di sejumlah negara.
Isu-isu strategik dan global antara lain adalah komitmen pembangunan sosial, pembangunan milenium, dan komitmen dunia lainnya yang membicarakan tentang kemiskinan, integrasi sosial, ketenaga-kerjaan, lingkungan hidup, hak azasi manusia, demokratisasi, kesetaraan gender, dan kemitraan global akan mempengaruhi pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia.
Globalisasi didefinisikan sebagai perubahan struktur sosial pada tingkat makro. Pada masa sekarang ini banyak kejadian atau fenomena sosial yang diindikasikan sebagai dampak dari globalisasi, sebut saja tindak kejahatan, kerusakan lingkungan, penganggutan, perkembangan teknologi, distribusi pendapatan dan kesejahteraan adalah dampak baik ataupun dampak buruk dari globalisasi (Cohen and Kennedy 2000).
Selain itu (Giddens 1994) mendefinisikan globalisasi sebagai proses pembentukan network antara satu region yang mempunyai latar belakang kehidupan sosial dan ekonomi yang berbeda menjadi satu network dengan region lain di permukaan bumi ini.
Globalisasi dan Isu-Isu Sosial telah menjadi bahan perdebatan yang “panas” pada dua dekade terakhir. Tidak lain karena globalisasi mempunyai dua mata positif dan negatif.
Dengan logika sederhana, globalisasi bebas mempunyai banyak dampak positif bagi suatu Negara, peningkatan kesejahteraan sosial, peningkatan standar hidup per kapita, kemudahan akses pasar adalah contoh hasil positif dari perdagangan bebas (Lorand Bartels 2004). Dan World Trade Organization mengklaim bahwa tujuan utama globalisasi adalah untuk meningkatkan taraf hidup di suatu Negara.
Tetapi simbiosis mutualisme antara G&IS menjadi sesuatu yang ambigu. Pada level tertentu perubahan struktur ekonomi yang diakibatkan oleh meningkatnya perdagangan dapat menyerap jumlah tenaga kerja dan mengurangi pengangguran, tetapi juga dapat mengakibatkan pengangguran yang berkepanjangan pada sektor yang tidak produktif.
Ambiguitas antara G&IS juga terjadi pada lingkungan hidup. Di satu sisi, efisiensi ekonomi yang dihasilkan dari efisiensi perdagangan dapat memberikan efisiensi pada penggunaan sumber daya alam. Tetapi di sisi lain, peningkatan pada aktivitas ekonomi yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah perdagangan dapat menyebabkan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam dan irresponsibility dalam hal social, environmental, dan human rights yang dilakukan perusahaan atas aktivitas bisnisnya.
(theowordpower.wordpress.com)
Isu- isu Global Kontemporer
Isu tidak selalu global, kadang kala memiliki cakupan/ruang lingkup terbatas. Hal yang menarik untuk diteliti adalah alasan mengapa sebuah isu dapat meluas ruang lingkupnya hingga menjadi isu global.  Perkembangan teknologi dan media adalah beberapa faktor yang mendorong perluasan ruang lingkup sebuah isu.
Selain blow up melalui media, hal yang menentukan perluasan ruang lingkup sebuah isu adalah tekanan/pressure, misalnya terhadap sebuah pemerintah/rejim.  Tekanan dilancarkan oleh kelompok-kelompok kepentingan yang bersifat lintasbatas negara/transnasional (terutama LSM).
Pada tahap ini, penting dilihat kepentingan apa yang melatari perluasan ruang lingkup. Sebagai sebuah proses politik, IGK perlu didekati dengan logika “siapa mendapatkan apa”/siapa yang diuntungkan.
Faktor lain yang menentukan adalah pemimpin politik.  Mereka memiliki kekuasaan yang besar serta jaringan yang luas.
Isu dapat dibedakan menjadi (1) high politics dan (2) low politics.  Yang masuk dalam high politics adalah yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan: kelangsungan hidup bangsa dan negara.  Yang masuk dalam low politics antara lain isu perdagangan, asap, dsb.
Kadang kala, sebuah fenomena yang terjadi di dalam lingkup domestik memiliki konsekuensi lintasbatas negara.  Konsekuensi semacam ini ikut menentukan apakah suatu fenomena penting diperluas cakupannya.
Di masa perang, atau di tengah krisis/ketegangan internasional, high politics biasanya mendapatkan perhatian lebih dibanding low politics.  Sebaliknya, setelah ketegangan mereda, low politics menjadi perhatian utama aktor-aktor politik.  Contoh: containment policy dan Marshall Plan Amerika Serikat – di masa genting, penanganan komunisme dilakukan dengan pendekatan hankam, di masa tenang, menggunakan pendekatan ekonomi (bantuan, perdagangan).
Batas antara high dan low politics serta politik domestik dan global kadang sangat tipis.  Masalah pemerintahan dalam negeri bisa menjadi isu lintasbatas negara ketika didekati dengan nilai demokrasi, sebuah nilai yang cenderung universal.  Masalah kemiskinan atau konflik domestik juga bisa menjadi isu global ketika akibatnya dirasakan oleh masyarakat global (misalnya banjir pengungsi, bantuan pangan, dsb).
Teknologi informasi dan komunikasi menjadikan setiap penjuru dunia mudah dijangkau: tidak ada lagi yang hidup dalam isolasi, dunia menjadi semakin sempit.
Teknologi transportasi menjadikan proses pertukaran barang menjadi semakin murah dan cepat.
Beberapa karakter globalisasi: interdependensi, interkoneksi, integrasi.  Negara/masyarakat menjadi semakin saling tergantung dengan negara/masyarakat lain, bagaimanapun kuat/berkuasanya negara/masyarakat tersebut.  Saling ketergantungan tersebut kadangkala timpang: yang satu lebih tergantug pada yang lain.  Beberapa kalangan lebih suka menyebut interdependensi dengan mutual dependency.
Pasca Perang Dingin, negara-negara menjadi semakin terintegrasi.  Ini salah satunya karena struktur internasional yang sebelumnya bipolar (terkutub/terbelah menjadi blok Barat dan blok Timur) berubah ke arah multipolar.  Sistem perdagangan yang kemudian mendominasi adalah yang liberal: pasar bebas, peran/proteksi negara dibatasi (konsep invisible hand a la Adam Smith dan comparative advantage a la David Ricardo).  Pada perkembangannya, ada kebutuhan untuk mengkoreksi/mengintervensi pasar (Keynes).  Tugas ini dibebankan pada negara dan institusi-institusi Bretton Woods.  Dewasa ini, muncul kalangan “kanan baru” yang “hiperliberal”, yang berkepentingan menghapuskan sama sekali proteksi, koreksi, dan intervensi terhadap pasar (Hayek).  Kenichi Ohmae mengistilahkan ini dengan the end of nation state/berakhirnya negara bangsa.  Aktor utama hubungan/politik internasional bukan lagi negara/pemerintah saja, melainkan juga nonstate actors: perusahaan transnasional, LSM internasional, dll.
Pada titik tertentu, dapat dikatakan bahwa high politics adalah ranah bagi negara/pemerintah, sementara low politics adalah ranah negara dan nonstate actors.
Karena yang dominan dalam perdagangan (low politics) adalah pasar (nonstate actor), kemiskinan, pengangguran, dll semakin besar.  Ini karena pasar hanya peduli pada keuntungan, bukan pada kesejahteraan umum.  Hal ini dapat dibahas dengan perdebatan antara “market-driven economy” melawan “state-driven economy”: siapa yang seharusnya mengendalikan ekonomi, pemerintah atau pasar?
Persoalan-persoalan kontemporer sulit ditangani secara unilateral, perlu kerjasama antarnegara.
Beberapa isu yang menjadi isu global kontemporer:
  • Ekonomi Perdagangan
  • Kemiskinan
  • Pembangunan: kemajuan atau eksploitasi?
  • Regionalisme (integrasi kawasan)
  • Nasionalisme, Etnisitas, Konflik – Etnonasionalisme
  • Terrorisme
  • HAM
  • Nuklir
  • Kejahatan Transnasional

0 komentar:

Posting Komentar