Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia
Periodisasi Sistem Pemerintahan Indonesia
Tonggak ketatanegaraan pemerintahan Indonesia sebenarnya telah ada sejak sebelum reformasi kemerdekaan. Namun secara formal, periode ketatanegaraan Indonesia itu dapat dirinci sebagai berikut:
Tonggak ketatanegaraan pemerintahan Indonesia sebenarnya telah ada sejak sebelum reformasi kemerdekaan. Namun secara formal, periode ketatanegaraan Indonesia itu dapat dirinci sebagai berikut:
- Periode berlakunya UUD 1945
- Periode berlakunya konstitusi RIS
- Periode berlakunya UUD Sementara
- Periode berlakunya kembali UUD 1945
- Periode Reformasi
A. Periode Berlakunya UUD 1945
Pemerintahan
pada periode berlakunya UUD 1945 memiliki kurun waktu 18 Agustus 1945
sampai dengan 17 Desember 1949. Bentuk negara adalah negara kesatuan
dengan bentuk Republik (Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945). UUD 1945 tidak
menganut sistem pemisahan kekuasaan secara umum seperti dijabarkan oleh
Mountesquieu, melainkan prinsip pembagian kekuasan (distribution of power). Sehingga masih dimungkinkan adanya kerjasama antara lembaga yang satu dengan lembaga yang lainnya.
Dalam pemerintahan Indonesia terdapat lima lembaga yang bertugas untuk mengelola negara, yaitu:
- legislatif, dilakukan oleh DPR
- Eksekutif, dilakukan oleh Presiden
- Konsultatif, dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi
- Eksaminatif, dilakukan oleh BPK, termasuk didalamnya fungsi insfektif dan auditatif.
- Yudikatif, dilakukan oleh Mahkamah Agung
Akan
tetapi pada kenyataanya segala bentuk kekuasaan eksekutif, legislatif,
dan yudikatif dijalankan oleh satu bdan atau lembaga kepresidenan
dibantu oleh KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). Selain itu
lembaga-lembaga pemerintahan pada kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai
dengan 27 Desember 1945 belum terbentuk.
Ketika
maklumat Pemerintah No. X/1945 tanggal 14 November 1945 dikeluarkan
oleh Wakil Presiden, kekuasaan eksekutif dialihkan dari tangan Presiden
kepada Perdana Menteri. Begitu pula dengan KNIP yang dibentuk
menuntut adanya kekuasaan legislatif (DPR/MPR) dengan prinsip
pertanggung jawaban menteri-menteri terhadap KNIP diakui secara resmi.
Kemudian pemerintahan Indonesia menjadi sistem Parlementer.
B. Periode Berlakunya Konstitusi RIS
Dalam
konstitusi RIS, sistem pemerintahan Indonesia adalah parlementer,
yaitu kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Sehingga kabinet
dapat membubarkan kabinet. Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer
adalah sebagai berikut:
- Perdana Menteri bersama para menteri bertanggung jawab kepada parlemen
- Pembentukan kabinet berdasarkan kepada kekuatan-kekuatan di dalam parlemen
- Para kabinet, baik seluruhnya maupun sebagian mencerminkan kekuatan yang ada di parlemen
- Parlemen dapat membubarkan kabinet, dan kepala negara dapat membubarkan parlemen dengan saran dari perdana menteri
- Masa jabatan kabinet tidak ditentukan
- Kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat dan tidak diminta pertanggung jawaban atas jabatannya, karena yang bertanggung jawab adalah para menteri,, baik sendiri maupun bersma-sama.
Kekuasaan negara terbagi ke dalam 6 lembaga negara, yaitu sebagai berikut:
- Presiden
- Menteri-menteri
- Senat
- Dewan pewakilan Rakyat (DPR)
- Mahkamah Agung Indonesia
- Dewan Pengawasan Keuangan
Diantara badan-badan tersebut, terdapat hubungan kerjasama antara lain sebagai berikut:
- Kekuasaan pembentukan undang-undang dijalankan oleh pemerintah, DPR dan senat
- Kekuasaan menjalankan undang-undang atau penyelenggara negara oleh pemerintah
- Kekuasaan mengadili undang-undang, yaitu pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.
C. Periode Berlakunya UUDS 1950
Sistem
pemerintahan Indonesia menurut UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan
parlementer seperti pada masa berlakunya konstitusi RIS. Dasar
hukumnya antara lain adalah sebagai berikut:
Pasal 45 : Presiden adalah Kepala Negara
Pasal 83 Ayat 1. Presiden
dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat pemerintah, baik
bersama-sama untuk seluruhnya maupun sebagian untuk bagian-bagiannya
sendiri-sendiri
pasal 84; Presiden berhak membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat
Pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dengan ketentuan harus segera dilakukan pemilihan kembali dalam waktu 30 hari.
Pada
masa berlakunya UUDS 1950, pemerintah Indonesia menjadi tidak stabil
karena sistem multipartai yang masing-masing mementingkan partainya
atau golongannya. Sehingga sistem demokrasi di parlemen dan
pemerintahan menjadi tidak sehat. Selain itu kekuasaan alat-alat
kelengkapan negara dikendalikan oleh lembaga yang bersangkutan tanpa
dikoordinasikan oleh pemerintah pusat. Alat-alat perlengkapan negara
berdasarkan UUDS 1950 adalah sebagai berikut:
- Presiden dan wakil presiden
- Menteri-menteri
- Dewan Perwkilan Rakyat
- Mahkamah Agung
- Dewan Pengawas Keuangan
D. Peride Berlakunya Kembali UUD 1945
Mengingat
kondisi politik pada masa berlakunya UUDS semakin memanas, pada
tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat kepada
Badan Konstitusional untuk kembali ke UUD 1945. Namun untuk
mengembalikan UUD 1945 secara murni menjadi perdebatan bagi anggota
kelompok konstitusional.
Kelompok Pertama. Anggota konstituante mau menerima saran untuk kembali kepada UUD 1945 secara utuh.
Kelompok Kedua. Anggota konstituante mau menerima untuk kembali kepada UUD 1945 dengan sayart amandemen pada sila pertama Pancasila pada pembukaan UUD 1945 harus di ubah dengan sila pertama Pancasila seperti tercantum dalam piagam Jakarta.
Perdebatan diantara dua kelompok kontituante tidak mencapai kesepakatan dan titik temu walaupun telah melalui berbagai macam usaha. Sedangkan wewenang untuk membentuk ada di tangan konstituante.
Presiden yang dalam UUDS 1950 memmiliki wewenang untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat, akhirnya membubarkan Dewan konstituante karena dianggap tidak mampu bekerja dengan baik. Bubarnya badan konstituante tersebut secara otomatis tidak ada lembaga yang bertugas untuk membentuk UU. Keadaan seperti ini yang mendorong Presiden mengajukan konsep Demokrasi Terpimpin untuk dapat kembali kepada UUD 1945.
Peristiwa di atas dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dan sejak itulah berlaku kembali UUD 1945 dengan konsep demokrasi terpimpin, yang tentunya tidak sesuai dengan UUD 1945. Keadaan seperti ini tetap berjalan sampai diangkatnya Jenderal Soeharto sebagai pengemban Super Semar. Peranan Super Semar untuk mengambil segala tindakan dalam menjamin keamanan dan ketentraman serta setabilitas jalannya pemerintah, menjadi puncak sejarah hitam Presiden Soekarno. Dengan ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dikukuhkan dengan masa berlaku sampai terbentuknya MPR RI hasil pemilu.
Oleh karena pemilu 5 Juli 1968 tertunda hingga 5 Juli 1971 dan telah dikeluarkannya ketetapan MPRS No. XXX III/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari tangan Presiden Soekarno, maka demi teriptanya stabilitas politik, ekonomi dan hukum maka dikeluarkan ketetapan MPRS NO. XI.IV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, Jenderal soeharto diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia hingga terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilu dan dimulailah masa orde baru.
Kelompok Pertama. Anggota konstituante mau menerima saran untuk kembali kepada UUD 1945 secara utuh.
Kelompok Kedua. Anggota konstituante mau menerima untuk kembali kepada UUD 1945 dengan sayart amandemen pada sila pertama Pancasila pada pembukaan UUD 1945 harus di ubah dengan sila pertama Pancasila seperti tercantum dalam piagam Jakarta.
Perdebatan diantara dua kelompok kontituante tidak mencapai kesepakatan dan titik temu walaupun telah melalui berbagai macam usaha. Sedangkan wewenang untuk membentuk ada di tangan konstituante.
Presiden yang dalam UUDS 1950 memmiliki wewenang untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat, akhirnya membubarkan Dewan konstituante karena dianggap tidak mampu bekerja dengan baik. Bubarnya badan konstituante tersebut secara otomatis tidak ada lembaga yang bertugas untuk membentuk UU. Keadaan seperti ini yang mendorong Presiden mengajukan konsep Demokrasi Terpimpin untuk dapat kembali kepada UUD 1945.
Peristiwa di atas dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dan sejak itulah berlaku kembali UUD 1945 dengan konsep demokrasi terpimpin, yang tentunya tidak sesuai dengan UUD 1945. Keadaan seperti ini tetap berjalan sampai diangkatnya Jenderal Soeharto sebagai pengemban Super Semar. Peranan Super Semar untuk mengambil segala tindakan dalam menjamin keamanan dan ketentraman serta setabilitas jalannya pemerintah, menjadi puncak sejarah hitam Presiden Soekarno. Dengan ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dikukuhkan dengan masa berlaku sampai terbentuknya MPR RI hasil pemilu.
Oleh karena pemilu 5 Juli 1968 tertunda hingga 5 Juli 1971 dan telah dikeluarkannya ketetapan MPRS No. XXX III/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari tangan Presiden Soekarno, maka demi teriptanya stabilitas politik, ekonomi dan hukum maka dikeluarkan ketetapan MPRS NO. XI.IV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, Jenderal soeharto diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia hingga terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilu dan dimulailah masa orde baru.
Pada
masa Orde Baru, sistem pemerintahan Indonesia menitikberatkan pada
spek kesetabilan politik dalam rangka menunjang pembangunan nasional
melalui upaya-upaya sebagai berikut:
- Konsef dwi fungsi ABRI
- "Menggolkarkan" pemerintah hingga ke akar-akarnya
- Kekuasaan ditangan eksekutif
- Pengangkatan kabinet melalui lembag-lembaga perwakilan rakyat
- Konsef massa mengambang
- Pengendalian pers nasional
Terbukti bahwa selama 32 tahun Orde Baru, Golkar selalu menjadi single priority dan Presiden Soeharto selalu terpilih melalui aklamasi.
E. Periode Reformasi
Sebenarnya
peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa reformasi tidak
langsung begitu saja bisa terealiasi. Akan tetapi dimasa tersebut
terdapat masa transisi kepemerintahan yang ditandai dengan jatuh
bangunnya pemimpin pemerintahan ataupun anggota kabinetnya.
Pada
akhirnya mulailah terbentuk pemerintahan yang stabil yang ditandai
dengan pembenahan struktur kenegaraannya sendiri. Pembenahan itu antara
lain sebagai berikut:
- Dibentuknya paket UU di bidang politik (UU Susduk/MPR/DPR/DPRD, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemiluhan Umum
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
- Dilakukannya amandemen UUD 1945 oleh MPR melalui Panitia Ad-Hoc 1 MPR RI.
Didalam
amandemen UUD 1945 tersebut terdapat beberapa ketentuan mengenai
pelaksanaan sistem pemerintahan presidensial. Selain sistem ini tetap
dipertahankan diperkuat pula dengan mekanisme pemilihan presiden dan
wakil presiden secara langsung. Ketentuan-ketentuan sistem
pemerintahan Indonesia antara lain adalah sebagai berikut:
- Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
- Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
- Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
- Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang
- Presiden dan wakil presiden tidak bertanggung jawab kepada majelis yang terdiri dari dua kamar, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
- Presiden dan wakil presiden dipilih secara berpasangan dan langsung oleh rakyat dan diusulkan oleh partai politik atau golongan partai politik peserta pemilu.
0 komentar:
Posting Komentar